Failed Trial

Ternyata memang bukan sifatku untuk ikut campur urusan orang lain. Situs jejaring sosial menawarkan banyak sekali kesempatan untuk bisa mengintip kehidupan orang lain-teman, gebetan, musuh, keluarga, idola-tapi ternyata itu tidak membawa efek positif untukku.

Mungkin memang ada seninya-seni stalking-dan itu tidak kumiliki. Tapi ternyata kusadari bahwa aku tidak memerlukannya.

Mungkin aku sendiri stalked by someone-karena memang ada yang mengakuinya-tapi selama tidak membawa kerugian untukku, untuk apa resah?

Dan dari beberapa kali percobaan stalking, aku mengambil pelajaran untuk tidak lagi melakukannya.

Kamu?

Nurani

Ini pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini.
Bukan. Lebih tepatnya, adalah suatu yang menakjubkan aku bisa memiliki perasaan seperti ini.

Selama ini, aku menganggap itu adalah sesuatu yang sangat absurd. Tidak habis pikir mengapa orang bersedia melakukannya karena konsekuensi yang ditanggung bisa seumur hidup. Hal yang mendasarinya saja absurd. Jadi bukan hal aneh jika aku tidak bisa menerima konsep itu, setidaknya sampai beberapa waktu lalu.

Kamu datang. Dan karena suatu alasan yang tidak bisa kujelaskan, saat itu juga suara kecil di dalam jiwaku berkata,
"Dia."
Bahkan kamu hampir tidak lolos di semua tahapan. Tapi entah mengapa, lagi-lagi karena alasan yang aku tidak bisa jelaskan, itu semua sama sekali bukan sebuah masalah, apalagi masalah besar. Bukan, sama sekali bukan. Sama sekali. Sama sekali..

Bahkan tanpa ingin memikirkan apa yang akan kujalani di hidupku selanjutnya, jika kamu melakukannya, aku akan dengan sangat yakin berkata,

"Ya."

Dengan alasan yang tidak bisa kujelaskan, dengan keyakinan yang entah dari mana asalnya.


Tapi itu kalau kamu melakukannya, kalau kamu diijinkan untuk melakukannya, kalau kita diijinkan untuk mengalaminya.


Kalau tidak?


Allah Maha Mengetahui akan segala sesuatu :)

Ritual

Deadline studio tematik 2 baru berlalu hampir 12 jam yang lalu. Tapi aku nggak ngrasain bedanya sama progress studio biasa. Tolok ukur: hasil kerjaku.
Apa yang salah dengan sistem kerjaku? Kenapa waktu yang aku plot hampir selalu nggak bisa mengcover apa aja yang ingin aku kerjakan. Aku udah mengalokasikan waktu untuk mengerjakannya, lalu apa? Kerjaku kurang cepat? Oke, salahkan teknologi yang tidak mendukung.
*aku bukan sedang menyalahkanmu Pochi,, tapi, memang begitulah kenyataanya
Atau terlalu banyak hal lain yang kukerjakan sehingga waktuku untuk mengerjakan studio jadi kurang? Tapi hidupku nggak cuma untuk studio. Tapi apa temen2 yang lain juga nggak berbuat apa2 selain ngerjakan studio? Pasti nggak juga kan? LALU APA YANG SALAH DENGAN CARA KERJAKU? T-T
*no, i'm not crying
aku cuma penasaran. geregetan. gimana cara memperbaikinya. Kasih tahu aku, Pepsodent.

Mungkin masalah efisiensi waktu, atau ketahanan kerja, atau sesimpel kecintaan kerja.
Yeah, aku bohong besar kalau aku bilang aku cinta AutoCAD. Bohong agak besar kalau aku bilang aku cinta SketchUp. Aku akan bilang aku cinta sketsa. Tapi, kalau udah bicara tentang keunggulan teknologi dalam kecepatan dan kepraktisan menyajikan gambar kerja, aku pasti kalah. Mungkin aku bisa menang, dengan syarat2 tambahan yang harus kupunyai untuk menyaingi teknologi untuk menyajikan gambar secara representatif. Dan tanganku nggak kayak tangannya Jaka.

Maaf telah mbikin kamu terlibat dalam ritual renungan paska deadline studio ini (kubilang ritual karena selalu terjadi, baik kuinginkan atau nggak).

Terakhir kali aku puas dengan kerjaan studioku adalah waktu studio 1. Hanya. Itu. Poor me.

Ada masalah, aku yakin. Tapi aku belum bisa nemuin pemecahannya. Dan kesempatan studioku selama 4 tahun kuliah udah habis.

Tapi aku menemui bahwa kalau aku memang suka dan niat, bukan diniatkan suka dan diniatkan niat, hasilnya pasti bagus. Misal; olim biologi, paskib, bahkan hanya sekedar berhasil mbikin tas rajut

Dan muncul pertanyaan: kamu knp kok nggak fokus sm kuliah?

menurutmu? kalau aku tahu aku nggak akan nulis ini, friend.

Enough for it.
Pergi tidur.