Saya Harus Bagaimana

Pelatih paskib yang sedang melatih adalah orang yang sedang berusaha.
Berusaha berbuat baik.
Berusaha membuat baik.
Berusaha menopang.
Berusaha meyakinkan.
Berusaha mengangkat.
Berusaha membaiki.
Berusaha memotivasi.
Berusaha untuk sang Adik.
Tapi
Itu semua tidak akan berguna,
Itu semua tidak akan berdampak apa-apa,
Itu semua sia-sia,
Itu semua tidak akan ada hasilnya,
Jika sang Adik menolak.
Jika sang Adik tidak yakin.
Jika sang Adik tidak mau percaya.
Dia hanya akan berada di satu sisi,
tanpa ada dukungan di sisi yang lain.
Ibarat tanaman rambat yang sedang berjuang untuk merimbuni pagarnya,
Kalau pagarnya saja menolak menyangga,
Apa bisa daya si tanaman.
Tidak ada.
Kecuali hanya terus berusaha untuk merimbuni pagar.
Meskipun si pagar menolak percaya,
Bahwa si tanaman bisa memberinya kesejukan,
Yang sebenarnya sudah lama ia sendiri rindukan,
Dari si tanaman rambat.


_tulisan ini hanyalah sebuah analogi yang tidak ada hubungannya dengan pasukan, apalagi agraria

Lagi, Kesekian Kali. Masa Lalu?

Tiga penglihatan berturut-turut.

Sebuah jalan. Sebuah sudut. Pagar berbambu. Berbelok. Lapangan. Tiang listrik. Sama sekali tidak asing. Bahkan terasa akrab. Ada aroma kerinduan. Tapi di mana?

Rumah. Tertutup tanaman. Dinding batu. Tanaman rambat. Eropa?

Guling-guling. Rumput. Lapangan rumput. Rumah yang tadi. Halaman belakang. Basah rumput. Masa kecil?

Entah apa dan mengapa. Aku sampai mensketsanya biar tidak hilang. Terasa dekat. Sekaligus terasa asing. Aku sampai menulisnya. Biar tidak lupa.

Di mana? Kapan? Mengapa?

Ketika yang Dijanjikan Dipenuhi

Tiba-tiba ingin menulis setelah membaca sebuah buku. #euforia

Hidup itu misteri Tuhan. Ungkapan itu bakal terdengar klise luar biasa kalau didengar di waktu-waktu yang biasa aja. Tapi bisa bikin ngeri begitu terjadi bertubi-tubi.

Anggap saja kita sedang bicara tentang jalan takdir. Qodar. Siapa sih yang tahu? Meskipun beberapa orang bisa bilang bahwa dia punya firasat, doa bisa membaliknya jadi sesuatu yang sama sekali lain.

Aku bisa bilang aku punya beberapa firasat yang bakal terjadi di hidupku. Sebagian hampir terdengar seperti harapan, sebagian lainnya cuma bisikan yang ingin kuhindari, tapi aku juga penasaran. Sebagian terjadi. Sebagian -secara tidak kupercaya- akhirnya bisa terjadi.

Pertemuan. Hal yang sama sekali tidak bisa kita kendalikan. Bisa. Tidak. Kita merasa memutuskan, padahal sebenarnya kita DIBUAT untuk memutuskan. Kenapa kita memutuskan bertemu si anu jam sekian. Kenapa kita tidak bertemu si anu lainnya saja jam sekian?

Pertemuan mengarahkan hidup kita. Semakin direnung, pertemuan membawa arah hidup kita ke jalan tertentu. Tinggal mau kita pilih atau tidak. Pilihan satu akan mengarahkan ke jalan yang berbeda dengan pilihan dua. Semakin dirunut, hidup memang benar jadi terasa seperti drama.

Aku percaya kekuatan doa. Aku harap kamu juga. Doa yang sungguh dan tulus akan dijawab pada saatnya. Tidak boleh putus asa meskipun rasanya sudah tidak tahan. Tidak boleh berhenti meskipun rasanya sudah terlalu banyak menderas kata. Doa akan dijawab pada saatnya. Tinggal kamu bisa melihatnya atau tidak.

Kalau mau dihubung-hubungkan, firasat dan pertemuan itu seperti benang hifa jamur yang saling menjalin. Tanpa disadari, kita -atau aku- sudah berjalan di dalam jalinannya. Kita -atau aku- baru menyadari kalau sudah terjebak di dalamnya ketika benangnya sudah terlalu banyak dan jelas. Kemudian kita -atau aku- ngeri.

Seperti biasa, ini tulisan absurd.

Yang aku pegang cuma satu. Kita bisa meminta hidup kita berjalan lebih baik. Jangan menyerah untuk meminta itu. Karena sesungguhnya kita diperintah untuk meminta, bukan memendam dan berdiam diri. Mintalah.