Yang pasti, dia sayang banget sama Harry :)

Dari Dumbledore aku mengambil pelajaran,

'Jangan memutuskan sendiri dengan pikiran dan perkiraanmu alasanku melakukan tindakan-tindakanku. Saat waktu-waktu itu tiba, kamu akan menganggapku berbuat hal yang salah. Aku mungkin hanya diam, atau malah menentangmu, seolah aku membela pihak yang salah dan berbalik jahat. Tapi aku tahu apa yang kulakukan dan akhir yang kuharapkan terjadi. Aku sudah tahu akan terjadi banyak perlawanan terhadap tindakan-tindakanku, tapi aku lebih tahu. Kamu mungkin, bukan, pasti, akan membenciku meskipun aku sudah berusaha menjelaskannya padamu. Tapi aku tahu itu sebelumnya, maka aku hanya akan diam dan membiarkan waktu mengungkap semuanya. Karena pada saatnya, kamu akan mengerti dengan sangat jelas tanpa kuperlu membuka mulutku. Dan kamu akan ingat semua tindakanku dan pemahaman menyerbumu satu per satu. Di saat itu aku tahu, kamu pasti ingin datang padaku. Tapi itu terserah waktu. Mungkin pada saat itu, kamu sudah tidak bisa lagi bertemu denganku, betapapun kamu ingin. Itu bukan hal yang penting lagi karena tujuanku telah tercapai.'

Itu yang membuat Dumbledore menjadi karakter yang sangat berarti.
Paling nggak, buatku :)

Bandage

Cukup.
Aku menyimpannya, itu benar.
Ada perbedaan besar antara menyimpan dan merawat.
Dan aku nggak perlu mengulang perkataanku lagi.

Ibarat paket obat yang harus kuminum, yang rasanya paling pahit adalah yang paling manjur.
Telan aja, San, kalo kamu mau sembuh.
Oke kutelan semuanya.
Aku mau sembuh.
Pahitnya cuma bentar kok, makan permen aja bisa ilang.
Oke, aku nanti makan permen.
Tapi karena obat itu nggak cuma diminum sekali, pahitnya juga nggak cuma dateng sekali.
Berkali-kali, berkali-kali.
Kamu yang ngasih obat pasti tahu kalo aku ngrasain pahit itu berkali-kali.
Atau kamu nggak tahu, kamu kira aku kebal.
Atau kamu tahu, tapi kamu nggak peduli.
Sudahlah.
Aku pengen sembuh.

Tapi, makasih udah ngasih obatnya.

Membuka Penutup

Entah aku salah atau benar. Yang aku yakini, aku berbuat benar.
Yang aku yakini, belum tentu diterima orang.
Di situlah letak masalahnya.
Aku tidak bisa memaksamu untuk bisa mengerti jalan pikiranku.
Aku pun, seperti yang selalu kulakukan, tidak ingin turut campur terhadap apapun keputusanmu.
Karena aku yakini adanya hak.
Dan hak hidupmu ada di tanganmu.
Aku bukan Tuhan, yang punya kuasa memaksa.
Aku bukan orang tuamu, yang punya kewajiban membina.
Aku juga bukan bonekamu, yang bisa kamu perlakukan seenaknya.
Aku hanya diriku.

Ketahuilah kawan, saat kamu berpikir aku adalah sosok yang jahanam, aku tetap menempatkanmu di relung kasihku.
Ketahuilah kawan, saat kamu memutuskan tali ini dan berpaling pergi, aku memungutnya lagi dan menyimpannya, siapa tahu kamu mencarinya lagi suatu hari nanti.
Dan ketahuilah kawan, jika kamu sampai terperosok jatuh ke jurang dalam di dekatmu itu, sesungguhnya akulah yang akan merasa paling kecewa.
Karena aku tahu.

Dan jika kamu anggap ini adalah sebuah perpisahan, sesungguhnya aku memutuskannya sebagai suatu permulaan.
Hati-hatilah berjalan kawan, bahkan sebuah kerikil pun bisa membuatku menangis dan terluka.